JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan lima sirop obat yang mengandung zat berbahaya Etilen Glikol (EG) melebih ambang batas yang ditetapkan. Hal itu diketahui usai BPOM melakukan pengujian terhadap sejumlah sirup obat yang dikonsumsi pasien gagal ginjal akut.
“Hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai dengan 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 (lima) produk,” bunyi keterangan BPOM, dikutip dari asumsi.co pada Jumat (21/10/2022).
BPOM menjelaskan, dalam pelaksanaan pengujian terhadap dugaan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam sirup obat, acuan yang digunakan adalah Farmakope Indonesia dan/atau acuan lain yang sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai standar baku nasional untuk jaminan mutu semua obat yang beredar.
Menurut BPOM, sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG kemungkinan berasal dari empat bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Bahan-bahan tersebut bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat.
Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Sampling terhadap 26 sirup obat tersebut berdasarkan sejumlah kriteria, antara lain:
– Diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama berada/masuk rumah sakit.
– Diproduksi oleh produsen yang menggunakan 4 bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah volume yang besar.
– Diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.
– Diperoleh dari rantai pasok yang diduga berasal dari sumber yang berisiko terkait mutu.
BPOM telah memerintahkan produsen kelima sirup obat tersebut untuk melakukan penarikan terhadap produk dimaksud.
“BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk.
Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan,” katanya.
BPOM menekankan bawah hasil uji cemaran EG tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut yang marak saat ini.
Sebab selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca COVID-19.
Adapun kelima sirup obat tersebut antara lain:
1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.
Sumber: Asumsi.co