JAKARTA, TIRTAPOS.com – Kelangkaan minyak goreng terjadi dalam negeri akibat dari tiga perusahaan nakal yang mengekspor keluar negeri, saat ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tengah mengusut tiga perusahan nakal tersebut.
Dampak dari tiga perusahaan nakal yang mengekspor minyak goreng ke luar negeri itu, mengakibatkan terjadinya kelangkaan pasokan dalam negeri.
Pengusutan ini berawal dari laporan yang disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Dia mengaku, mendapatkan data soal aktivitas ilegal 3 perusahaan itu dari pihak internal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Adapun ketiga perusahaan itu, adalah PT AMJ, PT NLT, dan PT PDM, mereka tidak mengantongi kuota ekspor minyak goreng,
Sehingga, mereka mengelabui petugas dengan cara menulis dokumen ekspornya sebagai sayuran.
“Tertulis sebagai sayuran, modus untuk mengelabui aparat Bea Cukai dikarenakan eksportir tersebut tidak memiliki kuota ekspor minyak goreng,” kata Boyamin dikutif dari Kompas.com, Jumat (18/3/2022).
Boyamin menambahkan, sebanyak 23 kontainer berisi minyak goreng saat ini telah lepas dan terkirim ke luar negeri, hanya tersisa 1 kontainer lagi yang masih berada di pelabuhan Tanjung Priok.
Ketiga perusahaan eksportir ilegal itu, diduga memperoleh minyak goreng dengan cara membeli barang suplai dalam negeri dari pedagang besar dan atau produsen yang semestinya dijual kepada masyarakat di dalam negeri.
Namun kenyataanya, minyak goreng itu justru dijual ke luar negeri sehingga berpengaruh atas langka dan mahalnya minyak goreng dalam negeri.
“Ekportir ilegal memperoleh minyak goreng dari pasar dalam negeri dengan harga murah dan ketika menjual ke luar negeri dengan harga cukup mahal,” ujar Boyamin.
Boyamin menerangkan, harga pasaran minyak goreng dalam negeri sebesar Rp 120.000 hingga Rp 150.000 untuk kemasan 5 liter.
Namun setelah dijual ke luar negeri harganya diprediksi mencapai Rp 450.000 hingga Rp 520.000 untuk kemasan 5 liter.
“Artinya eksportir ilegal memperoleh keuntungan sekitar 3 sampai 4 kali lipat dari pembelian dalam negeri,” jelas Boyamin.
Untuk kasus pelaporan ini, MAKI menyebutkan, keuntungan kotor eksportir ilegal per kontainer sekitar Rp 511 juta.
Jika dikurangi biaya pengurusan dokumen dan pengiriman barang maka tersisa sekitar Rp 450 juta per kontainer dengan estimasi tujuan Hong Kong.
“Artinya 23 kontainer kali Rp 450 juta adalah Rp 10,35 miliar,” ujarnya.
Pengusutan Kejati DKI
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya telah memulai pengusutan pada laporan Boyamin ini.
Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejati DKI Jakarta Ashari Syam menjelaskan, Kepala Kejati DKI Jakarta Reda Manthovani telah menerbitkan surat perintah penyelidikan nomor Prin-848/M.1/Fd.1/03/2021 tertanggal 16 Maret 2022.
“Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melakukan penyelidikan terkait dengan kasus mafia minyak goreng yang berkualifikasi tindak pidana korupsi,” ujar Ashari dalam keterangannya, Kamis (17/3/2022).
Menurut Ashari, ada tiga perusahaan yang diduga melakukan perbuatan hukum dengan mengekspor minyak goreng kemasan ke sejumlah negara.
Tiga perusahaan yang bekerja sama itu diduga telah mengekspor sedikitnya 7.247 karton minyak goreng ke luar negeri sejak Juli 2021 sampai Januari 2022.
“Terdiri dari kemasan 5 liter, kemasan 2 liter, kemasan 1 liter, dan kemasan 620 mililiter,” kata Ashari.
Hingga kini, Ashari menyebutkan, penyelidikan kasus mafia minyak goreng yang diduga dilakukan oleh tiga perusahaan tersebut masih terus dilakukan.
Sebab, tindakan yang diduga dilakukan oleh tiga perusahaan tersebut berimbas pada terjadinya kelangkaan minyak goreng kemasan di dalam negeri dan diduga menimbulkan kerugian perekonomian negara.
“Secara langsung berdampak pada perekonomian negara, yaitu mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng di dalam negeri,” pungkasnya (**/kompas)