TIRTAPOS.COM – Sebuah kebakaran yang terjadi di asrama sekolah di Guyana telah menelan korban jiwa sebanyak 19 anak. Polisi mengungkapkan bahwa kebakaran tersebut disulut oleh seorang siswa setelah ponselnya disita oleh pihak sekolah. Insiden ini menjadi perhatian publik karena sebagian besar korban adalah anak perempuan pribumi.
Korban tewas kebanyakan ditemukan di tempat kejadian sekitar tengah malam pada hari Senin. Polisi menyatakan bahwa ada dugaan kuat terhadap seorang siswi yang diduga bertanggung jawab atas kebakaran tersebut, karena ponselnya disita oleh ibu asrama dan seorang guru.
“Wanita siswa tersebut diduga telah memicu kebakaran yang menghancurkan karena ponselnya disita oleh pihak sekolah,” demikian pernyataan polisi dikutif dari media setempat Reuters
Walikota Mahdia, David Adams, yang merupakan tempat asrama sekolah berada, juga mengkonfirmasi keterlibatan siswa tersebut kepada Reuters dan menyatakan bahwa siswa tersebut tidak mengalami luka dalam kebakaran.
Namun, belum ada konfirmasi mengenai apakah siswa tersebut berada dalam tahanan pemerintah, dan pernyataan resmi dari pihak kepolisian tidak menyebutkan adanya penangkapan terkait kasus ini.
Berbagai saksi mengungkapkan bahwa beberapa siswa terbangun oleh suara jeritan dan melihat api serta asap di area kamar mandi asrama.
Seorang ahli patologi yang melakukan otopsi pada enam jenazah mengungkapkan bahwa penyebab kematian mereka adalah inhalasi asap dan luka bakar serius.
Sejauh ini, tiga belas jenazah telah dipindahkan ke ibu kota Georgetown untuk proses identifikasi DNA. Sementara itu, hampir 30 anak lainnya sedang dirawat di berbagai rumah sakit.
Menteri Pendidikan, Priya Manickchand, enggan mengomentari dugaan keterlibatan siswa tersebut. Menurutnya, kasus ini masih dalam penyelidikan lebih lanjut dan akan ada laporan resmi setelah proses tersebut selesai.
Pihak berwenang juga sedang menyelidiki mengenai keberadaan sistem alarm kebakaran yang modern dan latihan kebakaran di asrama tersebut.
Di tengah tragedi ini, para spesialis luka bakar, psikiater, dan tenaga medis lainnya tengah memberikan perawatan kepada anak-anak yang terluka dan keluarga mereka.
Presiden Irfaan Ali telah bertemu dengan beberapa orang tua korban dan mengumumkan tiga hari masa berkabung nasional sebagai tanda duka cita atas kejadian yang menimpa anak-anak tak bersalah ini. (**)