TIRTAPOS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan terkait sistem pelaksanaan pemilu 2024. Dengan demikian, pelaksanaannya akan tetap dilakukan secara terbuka. Keputusan ini diumumkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-XIX/2022 yang dibacakan pada Kamis, 15 Juni 2023.
Ketua MK, Anwar Usman, dalam pembacaan putusan tersebut menyampaikan, “Amar putusan, mengadili dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.” Sepeti dilansir dari tempo.
Sidang ini dihadiri oleh hakim konstitusi Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Sayangnya, hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir dalam ruang sidang.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono, menjelaskan bahwa Hakim Wahiduddin sedang menjalankan tugas MK di luar negeri dan telah berangkat semalam.
Fajar menjelaskan bahwa sidang pleno MK ini dihadiri oleh sembilan hakim. Dalam kondisi luar biasa, sidang pleno dapat dilaksanakan dengan tujuh hakim dan putusan tetap sah. “Kurang dari tujuh hakim, sidang pleno tidak dapat dilaksanakan,” jelas Fajar.
Sidang pleno untuk pembacaan putusan terkait gugatan sistem pemilu telah dijadwalkan pada hari ini pukul 9.30 WIB.
MK telah memproses uji materi atau judicial review terhadap sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di MK.
Para pemohon judicial review tersebut adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka telah memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group.
Pasal-pasal yang digugat meliputi Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu.
Para pemohon menggugat pasal-pasal yang mengatur pemungutan suara dilakukan secara proporsional terbuka atau sistem coblos calon anggota legislatif (caleg). Mereka menginginkan penerapan sistem coblos partai atau proporsional tertutup. **