BeritaBerita UtamaLebong

Dugaan Pengusutan Mafia Tanah Di Lebong Ngawur, Mabes Polri Diminta Bersikap

170
Pusat Kajian Anti Korupsi (PUSKAKI) Provinsi Bengkulu, Melyan Sori

LEBONG – Kepolisian Resor (Polres) Lebong Polda Bengkulu, baru-baru ini telah menetapkan seorang warga Lebong berinisial HS sebagai tersangka dugaan pemalsuan tandatangan atas kepemilikan tanah untuk pembebasan lahan pembangunan PT. Ketahun Hidro Energi (KHE) di Kabupaten Lebong.

Namun, sejumlah pihak tampaknya tak berbahagia dengan berita ini. Mereka malah mengkritik balik Kepolisian.

Sebagian dari mereka menyebut, polisi menggunakan standar ganda dalam pengusutan kasus mafia tanah di Bumi Swarang Patang Stumang tersebut.

Yang mana, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu pada tahun 2021 lalu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, namun tak ditahan apalagi disidang.

Padahal, penyidik telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.

Masing-masing yakni SA selaku Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Rimbo Pengadang, DS mantan Dirut PT KHE, dan oknum perwira Polres Lebong berinisial AL.

Direktur Ditreskrimum Polda Bengkulu, Kombes Pol Teddy Suhendyawan Syarif yang sebelumnya gencar berbicara mengenai perkembangan kasus mafia di Lebong kini justru malah enggan berkomentar.

Sementara, Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombespol Sudarno menyampaikan, dirinya mengaku belum mendapatkan informasi perkembangan kasus mafia tanah itu meskipun sudah ada tiga tersangka.

“Nanti saya tanyakan sama penyidik,” singkatnya ketika dihubungi wartawan.

Sementara itu, Pusat Kajian Anti Korupsi (PUSKAKI) Provinsi Bengkulu, Melyan Sori juga turut menyoroti penyelesaian kasus mafia tanah di Kabupaten Lebong tersebut.

Ia sangat menyayangkan jika ketiga tersangka kasus mafia tanah di Polda Bengkulu itu tidak tahan dan disidang.

Hal ini justru berbeda dengan tersangka tunggal yang di tangani Polres Lebong inisial HS, ia justru diproses hingga ditarik ke meja hijau.

“Harusnya seluruh tersangka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka harus mengikuti proses hukum mulai dari proses penahanan dan persidangan,” kata Melyan Sori, dikutif Senin (24/10).

Selain itu, ia juga menyayangkan ada standar ganda dalam pengusutan kasus mafia tanah di Bumi Swarang Patang Stumang tersebut.

Sebab, tersangka AL dilaporkan di Polda Bengkulu atas dugaan penyerobotan lahan. Hal serupa tersangka HS dilaporkan di Polres Lebong atas pemalsuan tanda tangan karena penggunaan surat kepemilikan lahan.

“Kalau keduanya sama-sama tersangka. Terus lahan ini punya siapa? kan lucu. Harusnya antara Polda dan Polres penyidikannya harus sama-sama sinkron. Karena objeknya satu (Mafia Tanah),” jelas Melyan.

Ia juga menyoroti, tersangka tunggal atas dugaan sindikat mafia tanah tersebut. Padahal, sebelumnya pembebasan lahan ini melibatkan oknum yang diduga Komisaris PT KHE Sudarwanta, dan Dirut PT KHE Zulfan Zahar, yang turut mengambil dokumen atas hak warga untuk pembebasan lahan.

Termasuk keterlibatan jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebong yang turut diperiksa dalam perkara tersebut.

“Sindikat itu artinya melibatkan orang banyak. Artinya, lebih dari satu orang,” tegasnya.

Lebih jauh aktivis anti korupsi asal Bengkulu ini menyebutkan, dia meminta kasus mafia tanah di Lebong ini diusut ulang yang melibatkan tim independen yang dibentuk Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Sebab, kasus mafia tanah ini ia yakin melibatkan orang banyak bukan tunggal.

“Jika perkara ini hanya warga yang ditetapkan sebagai tersangka, dan disidang. Maka perkara ini perlu tim Mabes Polri yang turun,” tutupnya.

Untuk diketahui, sebelumnya penyelidikan kasus dugaan sindikat mafia tanah yang menyasar lahan sejumlah warga terus bergulir di Polda Bengkulu dan Polres Lebong.

Dua laporan itu berkutat pada persoalan adanya upaya ‘penjarahan’ berupa balik nama kepemilikan tanah yang tanpa diketahui oleh korban.

Masing-masing lahan tersebut berada di sejumlah titik di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang.

Dugaan sindikasi mafia tanah di seberang sungai Ketahun, Lebong, terungkap berkat Samiun. Dialah yang mengaku sebagai pemilik sah beberapa bidang tanah di Desa Talang Ratu itu.

Pihak Polda Bengkulu masih terus berupaya membongkar dugaan sindikat mafia tanah di Lebong, yang diduga melibatkan Direktur PT Ketahun Hidro Energi (KHE), Zulfan Zahar, dan Badan Pertahanan Nasional (BPN).

Keterlibatan Zulfan diungkapkan langsung Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin, saat audiensi di DPRD Lebong pada 5 April 2021 lalu.

Selain Lasmudin, turut hadir dalam audiensi tersebut yakni adik kandungnya Kades Teluk Dien, Jon Kenedi, perangkat pemerintahan, anggota dewan, dan perwakilan keluarga salah satu pemilik lahan, Mahmud Damdjaty.

Dalam audiensi tersebut, terungkap fakta bahwa Camat Lasmudin mengeluarkan surat bernomor 005/346/Kec-RP/2020 tanggal 12 November 2020, untuk menggelar mediasi pada hari Jumat 13 November 2020.

Mediasi yang dihadiri unsur Tripika tersebut, mengacu pada surat permohonan PT KHE ke Camat, bernomor 090/KHE-BUPATI/IX/2020, pada tanggal 1 Oktober 2020.

Bahkan, pembebasan lahan ini melibatkan oknum yang diduga Komisaris PT KHE bernama Darwanta yang turut mengambil dokumen atas hak warga untuk pembebasan lahan. (**/lx)

Exit mobile version