Bengkulu Utara – Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Kabupaten Bengkulu Utara, Ir. Suharto Handayani, disinyalir melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 terkait kewajiban pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) LKPP untuk tahun 2023.
Perpres Nomor 16 Tahun 2018 ini mewajibkan setiap Perangkat Daerah (PD) untuk mempublikasikan RUP melalui SiRUP yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Aplikasi SiRUP berfungsi sebagai sarana transparansi yang memungkinkan masyarakat mengakses informasi terkait pengadaan barang/jasa oleh pemerintah.
Dalam RUP, proses yang dijalankan meliputi identifikasi kebutuhan barang/jasa, penyusunan dan penetapan anggaran, serta pembuatan Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Pengumuman RUP biasanya dilakukan setelah anggaran disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Jika ada perubahan pada tahap Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), RUP dapat diperbarui.
Namun, ditemukan bahwa sejumlah anggaran fantastis yang dikelola oleh Dinas PRKP Bengkulu Utara, bahkan mencapai miliaran rupiah, tidak tercantum dalam SiRUP LKPP untuk tahun 2023.
Hal ini menimbulkan tanda tanya dan mengundang kritik, karena transparansi pengelolaan dana publik seharusnya menjadi prioritas pemerintah daerah.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala Dinas PRKP Ir. Suharto Handayani memberikan jawaban singkat bahwa ia sedang berada di luar dan tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut.
Pengumuman RUP melalui SiRUP bukan hanya sekadar kewajiban administratif, tetapi juga merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memastikan penggunaan anggaran sesuai peraturan yang berlaku.
Langkah ini diperlukan untuk menciptakan pengelolaan anggaran yang akuntabel, efisien, dan efektif, demi mencegah adanya penyalahgunaan anggaran dan memastikan bahwa setiap proses pengadaan dapat diawasi oleh publik.
Jika Perpres Nomor 16 Tahun 2018 ini tidak dijalankan sesuai ketentuan, bukan hanya dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik, tetapi juga mengundang pengawasan dari lembaga hukum.
Hal ini juga bisa menjadi alasan bagi masyarakat dan para pengawas independen untuk memantau lebih ketat kegiatan pengadaan yang dilakukan pemerintah daerah seperti yang dilakukan oleh Dinas PRKP ini. (Ar1)