Bengkulu Utara β Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara kembali menggelar audiensi antara PT Agricinal dan Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP). Pertemuan tersebut membahas konflik agraria yang telah berlangsung selama beberapa waktu. Audiensi berlangsung di Ruang Command Center Setdakab Bengkulu Utara pada Jumat, 20 Desember 2024.
Bupati Bengkulu Utara, Mian, menyampaikan bahwa audiensi kali ini telah menghasilkan sejumlah kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Pemerintah berkomitmen membantu memfasilitasi pengecekan sertifikat lahan yang saat ini masih menjadi agunan di bank. Namun, sertifikat tersebut belum dapat ditarik karena statusnya sebagai jaminan.
Bupati mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang berpotensi memperkeruh situasi.
“Jika ada tindakan yang mengganggu aktivitas usaha, menciptakan kekacauan, hingga melumpuhkan perekonomian, maka hal ini dapat berujung pada ranah pidana. Dampaknya, produksi CPO terhenti, karyawan tidak menerima gaji, dan ekonomi daerah terganggu,” ujar Mian.
Dalam pertemuan tersebut, PT Agricinal dikritik karena hingga kini belum dapat menunjukkan dokumen terbaru berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU).
“Perusahaan belum mampu menghadirkan IUP dan HGU terbaru,” ujar Saukani, salah satu pengurus FMBP, setelah audiensi.
Saukani juga menegaskan bahwa masyarakat meminta kejelasan mengenai batas fisik lahan sesuai dengan HGU yang dimiliki perusahaan.
“Kami hanya ingin tahu batas fisik HGU yang sah agar masyarakat bisa mengikuti arahan Bupati. Jika perusahaan tidak dapat menunjukkan HGU terbaru, jangan salahkan kami jika terjadi reaksi lebih lanjut,” tambahnya.
Ketua FMBP, Sosri Gunawan, turut menyampaikan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, setiap perubahan HGU harus disertai pembaruan IUP.
“Jika perusahaan belum memperbarui IUP, bagaimana mungkin mereka memiliki HGU yang sah? Ini akan menimbulkan pertanyaan lebih jauh, termasuk soal kewajiban pajak mereka kepada Negara,” tegas Sosri.
Ia menegaskan bahwa masyarakat hanya meminta perusahaan untuk menghadirkan dokumen HGU dan IUP yang valid.
“Jika dokumen tersebut sudah ada, kami akan meninggalkan lahan perkebunan ini,” pungkasnya. (Ar1)