Bengkulu UtaraBerita

Kadis DPMD Bengkulu Utara Tanggapi Pengelolaan TPR Desa Air Sebayur, Harus Sesuai Regulasi

621
×

Kadis DPMD Bengkulu Utara Tanggapi Pengelolaan TPR Desa Air Sebayur, Harus Sesuai Regulasi

Sebarkan artikel ini
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bengkulu Utara, Rahmat Hidayat (Foto Raden Ari TMG)

Bengkulu Utara – Pengelolaan Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) oleh Pemerintah Desa Air Sebayur, Kecamatan Pinang Raya, menuai sorotan. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bengkulu Utara, Rahmat Hidayat, memberikan tanggapan terkait isu tersebut.

Rahmat menegaskan bahwa setiap kegiatan desa diperbolehkan selama mengikuti regulasi yang berlaku dan tidak melanggar hukum.

“Selama memenuhi aturan dan tidak bertentangan dengan hukum, maka sah-sah saja,” ujar Rahmat pada Kamis (30/1/2025).

Namun, ia mengingatkan bahwa retribusi termasuk dalam Pendapatan Asli Desa (PADes), yang harus memiliki dasar hukum jelas dan penggunaannya harus sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

BACA JUGA:  Rapat Pembahasan Hasil Evaluasi R-APBD TA 2024 oleh Banggar DPRD dan TAPD Kabupaten Bengkulu Utara

“PADes wajib dimasukkan dalam APBDes dan baru bisa digunakan pada tahun berikutnya,” jelasnya.

Sebagai contoh, jika desa memperoleh PADes sebesar Rp 150 juta tahun ini, dana tersebut baru dapat dikelola pada tahun 2026 sesuai dengan hasil Musyawarah Desa (Musdes).

Rahmat juga menekankan pentingnya Peraturan Desa (Perdes) sebagai dasar hukum dalam pengelolaan TPR.

Ia menjelaskan bahwa Perdes harus sesuai dengan aturan yang lebih tinggi dan melalui mekanisme yang benar.

BACA JUGA:  Hasil Keputusan KY dan MA Terkait Oknum Hakim Selingkuh Dengan Panitera

“Perdes harus memenuhi kaidah hukum dan tidak cukup hanya disepakati dalam musyawarah. Selain itu, harus dikonsolidasikan dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Jika tidak memenuhi syarat, maka tidak bisa dijadikan dasar hukum,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Desa Air Sebayur, Kadarol, mengakui bahwa pengelolaan TPR telah dilakukan sejak 2018 berdasarkan Perdes yang telah dibuat.

Namun, ia mengungkapkan bahwa hasil retribusi tidak pernah dimasukkan dalam laporan keuangan desa sebagai PADes.

BACA JUGA:  Tim Pansus DPRD BU Bahas Raperda Perubahan Peraturan Desa dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

“Uang hasil TPR tidak masuk dalam Pendapatan Asli Desa. Dana yang terkumpul dikelola secara mandiri dan digunakan untuk berbagai kegiatan desa, seperti perayaan 17 Agustus dan Suro-an,” ungkap Kadarol pada Rabu (29/1/2025).

Ia juga menjelaskan bahwa setiap kendaraan yang melewati TPR dikenakan tarif Rp 4.000, yang hasilnya dibagi dua antara petugas penarik retribusi dan kas desa.

“Rp 2.000 masuk ke kas desa, sementara Rp 2.000 diberikan kepada petugas penarik di lapangan,” tambahnya. (Ar1)