TIRTAPOS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dengan hukuman 11 tahun penjara berdasarkan dugaan penerimaan suap sebesar SGD20.000.
Dalam persidangan, Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, menjelaskan bahwa Gazalba Saleh diduga menerima suap untuk mengabulkan permintaan pemohon, Heryanto Tanaka, dalam kasasi yang berkaitan dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Saat ini, perkara KSP Intidana sedang dalam proses di Mahkamah Agung (MA).
Wawan Yunarwanto juga mengungkapkan bahwa Heryanto Tanaka telah menyiapkan SGD110.000 untuk mengurus perkara tersebut. Uang tersebut diserahkan melalui pengacara dan beberapa aparatur sipil negara (ASN) yang berada di lingkungan MA, hingga akhirnya sampai kepada Prasetio Nugroho, yang menjabat sebagai panitera pengganti atau asisten dari Gazalba Saleh.
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, Gazalba Saleh terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf c dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tindakan korupsi yang dilakukan oleh seorang hakim agung menimbulkan kekhawatiran yang serius terhadap integritas dan independensi sistem peradilan di Indonesia. Kasus ini juga menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan oleh KPK, sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam mengatasi tindak pidana korupsi di Indonesia.
Melalui tuntutan hukuman yang tegas terhadap Gazalba Saleh, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi di kalangan aparat penegak hukum. Keberhasilan dalam memerangi korupsi sangat penting guna membangun kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan memastikan keadilan bagi masyarakat. (NN)