Bengkulu Utara – Rabu pagi, 3 Juli 2024, belasan anggota Gerakan Rakyat Bela Tanah Adat (Garbeta) Provinsi Bengkulu melakukan aksi damai di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bengkulu Utara. Aksi tersebut terkait perizinan Hak Guna Usaha (HGU) PT Sandabi Indah Lestari (SIL).
Ketua Garbeta Provinsi Bengkulu, Dedi Mulyadi, menjelaskan bahwa aksi damai ini bertujuan meminta penjelasan mengenai dugaan pelanggaran pengelolaan lahan oleh PT SIL, yang diduga berada di Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) di Desa Air Sebayur, Kecamatan Pinang Raya.
“Kami meminta BPN Kabupaten Bengkulu Utara untuk memberikan penjelasan terkait izin HGU PT SIL,” ujarnya.
Dalam aksi damai ini, Garbeta mengajukan empat tuntutan kepada BPN diantaranya:
Pertama, meminta penjelasan terkait kewenangan BPN Kabupaten Bengkulu Utara mengenai izin HGU dan sertifikat yang diterbitkan.
Kedua, meminta penjelasan tentang pemberian izin HGU kepada PT SIL.
Ketiga, meminta pembuktian dokumen perizinan HGU PT SIL di wilayah Kecamatan Padang Jaya (Desa Lubuk Banyau) dan Kecamatan Pinang Raya (Desa Air Sebayur).
Keempat, meminta penjelasan apakah kawasan HPK yang dikelola PT SIL telah dikeluarkan izin HGU oleh BPN.
“Aksi ini adalah jilid kedua, sebelumnya kami meminta Gubernur Bengkulu untuk membentuk tim yang mengecek ulang perusahaan-perusahaan di Provinsi Bengkulu, termasuk PT SIL. Dari investigasi kami, diduga PT SIL menggarap lahan di HPK Desa Lubuk Banyau dan Desa Air Sebayur,” ungkapnya.
Namun, Dedi mengaku kecewa karena BPN tidak dapat memberikan atau menunjukkan izin HGU PT SIL di Desa Lubuk Banyau dan Desa Air Sebayur.
“Kami kecewa karena BPN tidak dapat memberikan izin HGU PT SIL yang kami minta. Kami akan melanjutkan aksi ini ke Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kehutanan, bahkan ke Presiden, agar persoalan ini dapat diselesaikan demi kemakmuran rakyat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor BPN Kabupaten Bengkulu Utara, Harmen Syafei SH MSi, menjelaskan bahwa tuntutan yang diajukan oleh Garbeta terkait perizinan HGU PT SIL bukan merupakan kewenangan BPN.
“BPN hanya menerbitkan sertifikat berdasarkan keputusan dan kewenangan yang ada. Sesuai regulasi, jika luas lahan di atas 25 hektare, itu bukan kewenangan BPN. Luas lahan PT SIL sendiri sudah di atas 500 hektare, jadi itu ranah kementerian,” jelasnya.
“Kami sudah sampaikan kepada Garbeta, tuntutan mereka terkait perizinan bukan kewenangan kami. Silakan ajukan ke pihak yang memiliki kewenangan di pemerintah pusat,” tandas Harmen. (Ar1)